Bab 37
GET IT Bab 37
Lewis tidak tahu apa yang terjadi pada Selena selama beberapa hari ini. Padahal, dulu Selena memiliki semangat bertahan hidup yang tinggi, tetapi sekarang sorot matanya seperti hidup segan mati tak mau.
Bagaikan air danau yang tenang, sama sekali tak beriak.
“Apa gara-gara dia tanganmu jadi luka begini?”
Selena menggelengkan kepalanya. “Bukan.”Exclusive © material by Nô(/v)elDrama.Org.
“Tapi tetap ada hubungannya dengan dia, ‘kan? Adik kelas genius yang kukenal selama ini nggak seharusnya jadi kayak gini.”
Sepintas, terlihat ekspresi tidak tahan di wajah Lewis. Dia menghela napas sambil melihat ke arah salju yang sedang turun di luar jendela. “Mungkin, dia memang benar-benar mencintaimu
saat itu, tapi sekarang dia sudah bersama dengan orang lain. Kamu nggak bisa terus-terusan sedih kayak gini.” Di mata orang lain, Selena sudah kehilangan dirinya sendiri karena dibutakan oleh cinta. Padahal, mereka tidak tahu kalau rasa benci di antara mereka berdua tidak akan pernah berakhir.
Selena tahu kalau cinta Harvey padanya sudah berlalu. Bahkan jika Harvey memutuskan untuk tidak menaruh dendam pada Selena lagi pun, kematian Lanny bagaikan jarum tajam yang
menusuk hati Harvey dan membuatnya tenggelam dalam lautan luka dalam.
Sekarang, Harvey sudah memutuskan kalau dia akan menikahi dan menghabiskan sisa hidupnya untuk bersama Agatha. Suatu saat nanti jika Arya siuman, Harvey pun tidak akan mengganggu Arya lagi.
Ini adalah keputusan yang baik bagi mereka berdua. Jadi Saat Lewis menatap Selena lagi, kelemahan di mata Selena jadi berkurang dan lebih banyak terlihat makin mantap.
Lewis menghela napas. “Karena kamu sudah mantap, aku juga nggak bisa bilang apa-apa lagi. Selena, seharusnya kamu sudah tahu apa efek samping yang kamu alami kalau kateter intravenanya dicabut, ‘kan? Apa kelak kamu akan menyesal?” @
Lewis sudah sangat sering menanyakan pertanyaan ini padanya. Selena tersenyum dan berkata, Nggak.” Selena melepaskan separuh pakaiannya, membuat lengan dan
Lukanya yang dulu, kini sudah tertutup sempurna.
pundaknya yang putih terekspos.
Selena yang tidak membutuhkan obat bius pun membuat operasi kecil ini jadi lebih mudah,
Lewis bisa menyelesaikannya.
Meskipun Selena beruntung karena kateter intravenanya tidak terjatuh, benturan di lengannya karena ditabrak oleh Harvey membuat dia mengalami luka dalam dan menimbulkan memar yang besar.
langsung merayap melalui seluruh
Lewis mengobati lukanya dengan sabar. Begitu pisau bedah yang tajam itu membuka kembali bekas luka yang sudah sembuh, rasa sakit yang luar bia anggota tubuhnya hingga ke jantungnya. Rasa sakit yang
sulit bernapas.
Selena berusaha sekuat tenaga agar tidak berteriak. Lewis yang met ini semua jadi merasa
sangat iba. Tanpa menghentikan gerakan tangannya, Lewis berkata pelan, “Kalau sakit teriak saja.”
Kata-kata yang sama seperti diucapkan dokter waktu itu malah membuat Selena mengatupkan giginya rapat-rapat. Satu tangannya mencengkeram pinggiran meja yang dingin, mencoba berdiri
dengan tegak sambil menahan rasa sakit.
Lewis mempercepat gerakannya. Saat lukanya sudah selesai dijahit, Selena merasa tangannya sangat sakit hingga mati rasa. Tubuhnya yang basah oleh keringat dingin, duduk dengan lemas di
atas kursi.
Lewis memberikan segelas air hangat padanya dan duduk di seberangnya. “Selena, aku terus mengikuti perkembangan tentang sakit yang ayahmu derita dengan dokter yang merawatnya. Asalkan kita bisa menemukan Leo, si dokter ahli bedah otak internasional yang hebat untuk mengoperasinya, maka kesempatannya untuk kembali sadar akan mencapai 80 persen,” katanya dengan sabar. O
“Aku pernah memeriksa berkasnya. Lima tahun yang lalu, Leo menghilang dalam sebuah kecelakaan mobil. Entah dia masih hidup atau sudah mati.”
Setelah beristirahat sejenak dan meminum air, akhirnya Selena merasa lebih baik. Meskipun saat ini luka yang ada di lengannya terasa sakit seperti terbakar, hingga gesekan sekecil apa pun membuatnya terkesiap kesakitan, Selena tetap memaksakan diri untuk berdiri dan bersiap pergi.
“Terima kasih, Kak Lewis. Kamu nggak perlu ikut campur lagi dengan urusanku. Entah kelak aku dan dia benaran cerai atau nggak, dia nggak akan pernah membiarkanku dekat dengan laki-laki lain. Aku nggak ingin merepotkanmu.”
Wajah Lewis yang tampan langsung terlihat emosi. Dia menautkan kesepuluh jari-jarinya dan meletakkannya di atas kakinya, lalu berbicara dengan nada kesal, “Selena, aku cuma ingin tahu apa yang kamu pikirkan. Buat apa kamu menutup diri seperti ini? Harusnya kamu membebaskan dirimu sendiri dan berkeliling menjelajahi dunia.”