Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 7



Suara Selena terdengar begitu tenang ketika dia menyebutkan orang itu, dia sepertinya sudah tidak peduli lagi.

Namun, Lewis tahu betul bahwa tidak mungkin Selena tidak peduli lagi pada orang yang pernah dicintainya dengan tulus itu. Selena hanya berusaha menyembunyikan luka di hatinya dan mencoba mengobatinya sendiri ketika tidak ada orang di sekitarnya.

Tanpa bertanya lebih lanjut, Lewis pun kemudian mengubah topik pembicaraan. “Aku tahu kamu belum melunasi biaya operasi ayahmu. Sebagai temanmu, aku akan meminjamkan uang terlebih dahulu kepadamu, nanti kamu kembalikan lagi kepadaku.”

Lewis tahu bahwa tidak mudah bagi seorang gadis seperti Selena untuk mendapatkan uang. Lewis sudah berulang kali ingin membantu Selena, tetapi selalu ditolak olehnya.

Selena masih menggelengkan kepalanya kali ini sambil berkata, “Tidak perlu, Kak.”

“Selena, kondisi ayahmu lebih penting. Apa kamu lebih suka dipermalukan oleh sampah itu daripada menerima niat baikku? Aku tidak mengajukan syarat apa pun, aku hanya ingin membantumu. Kamu tahu, meskipun keluargaku tidak sekaya Keluarga Irwin, tapi kami bukanlah keluarga biasa. Sejumlah uang ini masih tidak terlalu banyak bagiku. Jangan sampai hatimu merasa terbebani jika menerima bantuanku.”

Selena melihat ke arah Lewis sambil memegang secangkir air dengan kedua tangannya. Wajahnya yang pucat itu membuat hati orang yang menatapnya merasa iba.

“Kak, aku tahu kamu adalah orang yang baik, tapi ... aku sudah tidak punya masa depan.” Baik budi maupun uang, Selena merasa tidak sanggup untuk membayar semua itu.

Melihat cairan di dalam botol infus yang hampir habis, Selena tanpa ragu langsung mencabut jarum infus. Karena tidak ada kapas untuk menghentikan pendarahan, darahnya pun menyembur keluar.

Namun, dia tidak peduli dengan hal itu. Dia berdiri sambil mengambil jaketnya dan berkata, “Kak, kamu tidak perlu khawatir tentang masalah uang. Asalkan kami sudah mendapatkan akta cerai, Harvey akan memberiku 20 miliar. Ayahku dioperasi kemarin, aku mau pergi ke rumah sakit untuk menjenguknya.”

Selena memang keras kepala. Hal ini juga terlihat ketika dia tiba-tibameninggalkan studinya untuk menikah. Padahal waktu itu dia dipuji sebagai seorang genius. Sungguh tidak ada orang yang menduga dia bisa mengambil keputusan itu.

Bahkan, ketika setiap kali makan bersama Lewis, dosen pembimbingnya sendiri selalu menyayangkan hal ini. Sayang sekali, entah siapa yang telah berhasil mengambil hatinya.

Tampaknya Selena tahu bahwa Lewis akan menawarkan diri untuk mengantarnya, sehingga Selena pun langsung mengangkat ponselnya dan berkata, “Taksi yang kupesan sudah tiba.”

Dia benar-benar telah memutuskan harapan Lewis.

Selena menggulung jaketnya. Ketika jari tangannya memegang gagang pintu, di saat itu pula Lewis berkata, “Selena, apakah kamu pernah menyesal melepaskan segalanya untuk menikah dengannya?”

Menyesal?

Harvey adalah orang yang telah menyebabkan Keluarga Bennett menjadi seperti ini. Sedangkan Arya mengalami guncangan berat dalam hidupnya, ditambah lagi dengan kecelakaan yang membuat dia terbaring di rumah sakit. Di sisi lain, Selena sendiri kehilangan anaknya yang imut.

Selena seharusnya merasa menyesal. Namun, saat memejamkan mata, Selena pun teringat kembali pada peristiwa kecelakaan kapal pesiar itu. Pria yang mengangkat tubuhnya di tengah amukan badai, tidak lain adalah pemuda berpakaian putih yang pernah dia temui di sekolah.

Selena berusaha keras menahan air matanya dan berkata, “Aku tidak menyesal.”

Terdengar suara “klekkk” saat pintu tertutup. Saat melihat sosok Selena yang berjalan semakin menjauh, perasaan Lewis menjadi campur aduk.

Sesampainya di rumah sakit, Arya masih dalam pemeriksaan di ICU. Selena hanya bisa menatapnya dari jauh. Dia menelan kembali semua pertanyaan yang ingin diajukannya.

Bagi Selena, Arya terkesan sebagai pria bijaksana yang rendah hati dan baik hati. Kedua orang tuanya tidak pernah bertengkar hebat sebelum mereka bercerai.

Meskipun Maisha sudah meninggalkannya selama beberapa tahun, tetapi Arya tidak menikah lagi. Selain bekerja, sisa waktunya digunakan untuk menemani Selena.

Harvey selalu membicarakan ayahnya. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang benar-benar dia benci bukanlah Selena.

Dulu Selena pernah mendengar kalau Harvey punya seorang adik perempuan yang hilang sewaktu kecil ketika mereka masih bersama. Hal ini yang membuat ibunya menjadi sangat sedih dan terguncang jiwanya. Sampai-sampai ibunya itu harus tinggal di luar negeri sepanjang tahun.

“Apa hubungan antara adik perempuan Harvey yang menghilang dan Ayah?” pikir Selena.

Selena memutuskan untuk menelusurinya mulai dari orang-orang yang ada di sekitar ayahnya. Pagi-pagi sekali dia sudah bergegas menuju ke rumah sopir keluarganya, yaitu Pak Hermawan. Setelah itu, dia mengunjungi pengurus rumah tangga keluarganya, yaitu Pak Cipto.

Anehnya, orang-orang yang telah ikut bersama ayahnya sepanjang hidup mereka, selain ada yang mengalami kecelakaan mobil yang janggal, ada juga yang pergi ke luar negeri dan tidak dapat dihubungi lagi.

Sedangkan ayahnya yang merupakan satu-satunya orang yang mengetahui kebenaran masalah ini, saat ini masih dalam keadaan koma. Selena menjadi seperti orang linglung yang tidak punya tujuan. Dia terus terjaga dari malam hingga pagi hari.

Hal-hal yang telah terjadi sampai saat ini jelas tidak bisa disebut sebuah kebetulan. Jelas sekali ada orang yang mendalanginya.

Selena juga tidak bodoh. Ketika tidak bisa mendapatkan informasi dari pihak Keluarga Bennett, Selena pun segera berusaha mencari petunjuk dari sopir dan asisten Harvey, yaitu Alex dan Chandra.

Selena melihat jam tangannya, sekarang baru jam tujuh. Saat ini mereka pasti sedang dalam perjalanan untuk menjemput Harvey. Selena pun langsung menelepon Chandra.

Untungnya, setelah beberapa kali berdering, ponsel itu pun diangkat oleh Chandra. Chandra tetap menyapa dengan sopan seperti biasanya, “Halo, Nyonya.”All rights © NôvelDrama.Org.

Selena sudah lama tidak mendengar sapaan seperti ini. Dia menahan rasa sedih di hatinya sambil segera berkata, “Pak Chandra, aku ada janji dengan Harvey untuk mengurus perceraian, bisakah kamu menjemputku dan pergi ke sana bersama?”

Chandra pun terdiam. Mereka sama seperti Harvey yang tidak suka dengan hal yang tidak terduga.

Selena buru-buru menambahkan, “Jangan salah paham, aku tidak punya maksud lain. Aku hanya takut perceraian ini akan tertunda lagi jika terjadi hal yang tidak terduga pada hari ini. Biaya pengobatan ayahku di rumah sakit belum dilunasi. Aku ... ”

Selena memiliki hubungan yang cukup baik dengan Alex dan Chandra. Dia tidak pernah memperlakukan keduanya dengan kasar. Oleh karena itu, ketika Selena tampak sedang dalam kondisi tidak berdaya, Chandra pun menyetujuinya, “Nyonya ada di mana? Aku akan segera ke sana.”

Selena memberikan alamat yang paling dekat dengan mereka, yaitu jalan menuju Perumahan Kenali. Perumahan Kenali adalah tempat tinggal Agatha.

Meskipun Selena enggan mengakuinya, Harvey telah berkali-kali difoto oleh awak media ketika bermalam di sana. Harvey pasti tinggal di sana selama berbulan-bulan setelah berpisah dengan Selena.

“Maaf, Nyonya. Kami hampir sampai di Jalan Kalpika. Mungkin Nyonya harus menunggu selama dua puluh menit.”

“Oke.” Selena sedikit terkejut mendengarnya. “Jalan Kalpika?” pikirnya.

“Itu adalah jalan di dekat kediaman Keluarga Irwin. Jadi mereka tidak tinggal bersama?” pikirnya lagi.

Selena dengan cepat menyingkirkan pikiran ini. Apakah mereka tinggal bersama atau tidak, tidak ada hubungannya dengan dirinya.

Alex pun tiba dengan cepat. Seperti biasa, Chandra dengan hormat membuka pintu mobil sambil berkata, “Maaf sudah lama menunggu, Nyonya.”

Selena mengangguk dan masuk ke dalam mobil sambil menjawab, “Tidak lama.”

Dibandingkan dengan Chandra yang cukup pendiam, Alex jauh lebih suka berbicara. “Mengapa Nyonya tidak tidur lebih lama di hari yang dingin begini? Ayam-ayam bahkan belum berkokok,” ujar Alex.

Begitu Chandra memelototinya, Alex pun langsung terdiam. Saat Selena masuk ke dalam mobil, terasa suasana yang sedih dan hening, sampai akhirnya Selena pun berbicara dengan perlahan, “Dulu aku selalu berpikir bahwa perasaan Harvey yang berubah secara tiba-tiba itu adalah karena Agatha. Sekarang aku malah merasa masalah ini bukan hanya menyangkut seorang wanita. Kalian selalu bersama Harvey, kalian pasti tahu masalah tentang adik perempuannya.”

“Criiit ...”

Terdengar suara mobil yang mengerem secara mendadak. Alex menjauhkan tangannya dari setir dan buru-buru melambaikan tangannya sambil berkata, “Nyonya, tidak boleh asal bicara.”

Chandra dengan tenang menjawab, “Nyonya tahu kami tidak pernah berani bertanya lebih banyak tentang urusan Tuan Harvey. Jangankan hal yang kami tidak tahu, sekalipun kami tahu, kami juga tidak akan berani memberitahukannya kepada Nyonya. Mohon dimengerti.”

Selena menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Air matanya mengalir lewat jari-jarinya. “Aku tahu hal ini akan menyulitkan kalian, tapi aku sudah tidak punya cara yang lain. Harvey tidak mau mengatakan apa-apa. Ayahku baru saja dioperasi dan masih belum sadar. Sekarang kondisi Keluarga Bennett sudah merosot jadi seperti ini. Semua petunjuk pun tidak bisa ditelusuri. Sekalipun mati, aku hanya ingin mati dengan tenang. Itu lebih baik daripada terus disiksa olehnya siang malam.”

“Nyonya, Tuan Harvey melarang kami membicarakan masalah Nona Agatha. Jadi kami juga tidak tahu banyak.”

Chandra sepertinya menyadari bahwa Selena akan terus memohon kepada dirinya, sehingga dia pun langsung menuliskan serangkaian alamat di selembar kertas sambil berkata, “Nyonya, kita sudah lama saling kenal dan bersahabat, aku hanya dapat membantu Nyonya sampai di sini.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.