Bab 229
Bab 229
Bab 229 This is from NôvelDrama.Org.
Mendengar ibunya berkata seperti itu, Xavier mengepalkan tinjunya, kelopak matanya telah berubah menjadi panas.
“Ibu, benarkah?”
Telepon dari Javier telah membuat hati Samara sangat kacau, tetapi di hadapan Xavier dia tidak menunjukkan perasaan apapun.
“Bukankah kamu dan Javier sangat ingin Ibu pacaran?”
“Ibu, ayah kandung kami adalah seorang sampah masyarakat, biarpun dia masih hidup juga tidak sepadan berada bersamamu.” Mata Xavier penuh dengan keseriusan, “Kalau Asta wajahnya tampan, bodinya bagus, juga merupakan Pemilik Rumah Keluarga Costan, menurut Javier dia baik terhadap Ibu, tentu saja merupakan pasangan yang bisa diandalkan. Saya dan Javier bukanlah anak manja yang kekanak kanakan, yang menginginkan kebersamaan orangtua kandung.
Di dalam hati kami menginginkan ibu dapat merasakan kebahagiaan yang lebih besar!
Selama ini…….
Samara mengira anak anaknya sangat mengharapkan kasih sayang seorang ayah, barulah mereka bisa begitu dekat dengan Asta.
Rupanya dibandingkan dengan menikmati kasih sayang seorang ayah, mereka lebih mengharapkan ibunya dapat merasakan kebahagiaan yang lebih besar.
Dua orang anaknya baru berumur 5 tahun, tetapi sepenuh hati ingin memanjakannya!
Dia sebagai Ibu mereka benar benar sangat beruntung!
“Xavier, kamu harus ingat kata kata Ibu.” Samara mengusap usapuncak kepala anaknya, lalu tertawa dan berkata, “Yang paling membuat Ibu bahagia adalah dapat melihat kamu dan Javier tumbuh dengan sehat dan selamat. Ibu tidak perlu kalian sukses dan terkenal, Ibu hanya menginginkan seumur hidup kalian selalu sehat dan lancar, hanya itu saja.”
Setelah meninggalkan kediamannya, Samara memanggil sebuah taksi, bersama Xavier mereka menuju ke Kediaman Keluarga Costan.
Waktu di dalam mobil, Samara telah menerima email yang dikirim oleh Widopo.
Setelah membuka dan membaca kabar yang tertulis di email hatinya seketika bergetar.
Buah Darah Naga rupanya berada di Keluarga Saputro…..di tangan Daniel Saputro?
Tuhan sungguh mempermainkan orang!
Dulu Daniel Saputro pernah menghubunginya melalui website untuk berobat, waktu itu dia merasa Daniel adalah seorang pengusaha kaya yang berhati jahat tidak layak ditolong selain itu juga karena penyakitnya itu memang tidak bisa diobati.
Yang dia pelajari adalah ilmu tabib, bukan ilmu dewa, ada beberapa penyakit yang kelihatannya parah tapi sebelum mengancam nyawa mungkin masih bisa ditolongnya, tetapi ada juga gejala penyakit yang sudah merusak ke akarnya, dengan mengandalkan jarum meteor dan buku pengobatan warisan kakek luarnya juga tidak berguna.
Daniel Saputro dulunya sakit tetapi tidak menganggap serius penyakitnya, dia tidak beristirahat dan berobat malah menggunakan banyak obat obatan terlarang yang menyebabkan badannya menjadi rusak, sekarang bahkan obat obatan terlarang pun sudah tidak bisa merangsang syaraf syarafnya yang sudah hampir mati, barulah mulai merasa takut dan mencari tabib dan obat ternama untuk mengobati penyakitnya.
Pengobatan yang melawan takdir semacam ini hanya ada di dalam novel.
Mana ada di kehidupan nyata?
Apakah mungkin…….
Dia memang ditakdirkan untuk mengobati penyakit Daniel Saputro?
Xavier melihat wajah ibunya pucat, tangan kecilnya yang gendut menggenggam tangan ibunya: “Ibu, ada apa denganmu? Mengapa tanganmu begitu dingin?”
sa sedikit
“Tidak apa apa.” Samara tertawa, “Saya duduk dekat hembusan AC je dingin.”
Sampai di kediaman Keluarga Costan.
Pak Michael membuka pintu, dia melihat Samara membawa seorang anak laki laki yang tangannya sedang menarik sebuah koper kecil.
Sudah banyak anak tampan yang pernah dijumpai Pak Michael.
Sepasang bocah keluarga Costan yang tampangnya mewarisi keturunan Costan telah
membuat orang terkagum kagum melihatnya. Beberapa hari yang lalu anak laki laki yang ikut pulang bersama Tuan Kecil dan Nona Kecil, wajahnya malah mirip dengan Tuan muda Asta, tentu saja merupakan lelaki tampan dan tidak ada celanya.
Tetapi anak laki laki di depan matanya ini lebih luar biasa lagi.
Istilah ‘ukiran batu giok’ juga tidak cukup untuk melukiskan dia, sepasang matanya hitam bagaikan batu obsidian memancarkan cahaya yang tenang dan dalam, hidungnya mancung, mulut kecilnya selalu tersenyum, pokoknya lebih tampan dan sempurna dibandingkan tiga Tuan Kecil lainnya
Pak Michael bertanya: “Nona Samara, ini adalah…….”
“Pak Michael, ini adalah putra sulung saya, Xavier.” Samara memperkenalkan diri, lalu menyuruh anaknya, “Xavier, sapa kakek.”
Sikap Xavier lebih dewasa dan stabil dibandingkan Javier, dia lalu membungkukkan badan kepada Pak Michael: “Anda baik Kakek.”
Pak Michael mengangguk kepala dengan tersanjung, dan mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah.
“Nona Samara, Tuan muda Asta masih berada di kantor, saat ini masih belum sampai di rumah……”
“Tidak apa apa, saya akan menunggunya.”
Belum lama setelah Samara dan Xavier masuk ke rumah, terdengar dung dung dung langkah kaki menuruni tangga.