Bab 1095
Bab 1095
Bab 1095 Kamu Akan Jadi Hadiahnya
Raisa berjalan menuju ke ruang olah raga. Saat itu pagi di musim dingin, tapi hawanya terasa hangat dan cerah, membuat suasana hatinya pun cerah. Dia mengintip ke ruang olahraga dari sisi jendela dan melihat Rendra sedang melakukan push–up, tangannya menekan lantai dan tubuhnya menegang penuh kekuatan. Celana olahraganya memperlihatkan otot yang sempurna di pahanya. Raisa bahkan bisa melihat pembuluh darah di sekujur tubuh Rendra karena betapa kerasnya Rendra berolahraga.
Entah kenapa, seketika napas Raisa tercekat dan dia mengalihkan pandangannya. Mulutnya terasa kering saat dia mengalihkan pandangan, tak bisa menghentikan dirinya untuk mengagumi Rendra.
Akhirnya, Rendra berdiri dan berjalan ke arah pintu sambil tersenyum. “Kenapa kamu bersembunyi? Masuklah kalau kamu ingin lihat.”
Raisa seketika terdiam. Bagaimana Rendra bisa tahu kalau dia ada di sana? Karena sudah terlanjur ketahuan, dia pun berjalan masuk ke ruang olahraga. Dengan sandal jepitnya itu, Raisa merasa kecil saat dirinya berdiri di samping Rendra. Karena kepala Raisa hanya bisa menyentuh dagu Rendra, Raisa harus mengangkat kepalanya untuk menatap Rendra. Mungkin tinggi Rendra sekitar 190 sentimeter.
Tiba–tiba Raisa ingin membuktikan kekuatan tubuhnya, jadi dia menatap ke arah dumbel dan berjalan ke mendekati dumbel itu. Dia mencoba mengangkat satu dumbel, tapi dumbel itu tak bergerak dan tetap ada di tempatnya. Raisa merasa sedikit ragu karena dia tak bisa menggerakkan dumbel itu sedikit pun. Jadi, dia membungkukkan badannya dan mencoba mengangkat dumbel itu lagi.
“Jangan paksa dirimu kalau kamu tidak bisa.” Ujar Rendra sambil tersenyum geli dan berkacak pinggang.
Raisa tak bisa dibujuk. “Saya bisa melakukannya. Tunggu dan lihat saja.”
“Iya, tapi kamu akan melukai ototmu kalau kamu memaksa dirimu terlalu keras. Cobalah berlari pelan saja.” Ujar Rendra sambil menatapnya dengan penuh perhatian.
Karena tak punya pilihan lain, Raisa beralih ke alat treadmill sementara Rendra melihatnya dari samping. Tak lama, Raisa mulai kehabisan napas. Sepertinya olahraga itu sama sekali tidak cocok untuknya. Dia juga kehilangan keseimbangan tubuhnya dalam sekejap saat dia mematikan treadmill itu.
“Aduh!” Raisa terjatuh dalam pelukan Rendra, dan Rendra memeluk pinggangnya dengan erat. Raisa bisa mencium aroma keringat Rendra, tapi menurutnya aroma itu begitu memikat.
“Orang Kia saya pulang. Saya harus pergi siang ini,” ujar Raisa sambil mengangkat kepalanya menatap Rendra.
Rendra membalas tatapannya. “Benarkah?”
“Iya. Saya harus segera pulang dan membantu mereka bersih–bersih rumah. Saya harus berangkat setelah makan siang.” Ujar Raisa yang jelas tampak enggan.
Rendra juga tidak mau Raisa pergi, tapi dia menghela napas dan menenangkan Raisa. “tidak apa. Kamu bisa pulang dulu.”
apa-
“Bisakah kita sering bertemu?” tanya Raisa gugup, karena khawatir kalau posisi Rendra saat ini membuat mereka tidak bisa memiliki kesempatan untuk bertemu.
“Saya akan menghubungimu kalau saya ada waktu,” ujar Rendra menenangkan Raisa. Raisa tahu betapa beruntungnya dia, bisa tinggal di rumah Rendra dan mendapat kesempatan bertemu dengannya sepanjang waktu.
“Baiklah.” ujar Raisa sambil menganggukkan kepalanya. lagi pula dia tahu kalau dia tidak boleh terlalu memaksa.
Rendra menatap Raisa, menggosokkan dagunya ke rambut Raisa, lalu mengecup keningnya. Akhirnya, Raisa melingkarkan tangannya ke leher Rendra dan berdiri dengan berjinjit. Untuk pertama kalinya, dia yang memulai ciuman.
Kecantikan Raisa, yang terkena sinar mentari, membuat jantung Rendra berdegup kencang. Dia meletakkan satu tangan di pinggang Raisa dan tangan yang lain di pipi Raisa. Dia mendekat dan membalas ciumannya.
“Raisa,” gumam Rendra, sambil memeluk Raisa erat dan menatapnya dengan lembut. Raisa mengangkat kepalanya dan bertatapan dengan Rendra. Dia bisa merasakan dunianya semakin cerah– dicintai oleh laki–laki ini adalah sebuah hal
yang istimewa.
Rendra berbisik di telinga Raisa, “Ulang tahun saya di malam Natal. Pastikan kamu membuat rencana di hari itu.”
Raisa tersipu dan dia sengaja menggoda Rendra, “Bagaimana kalau saya lupa memberimu hadiah?” This belongs to NôvelDrama.Org - ©.
“Kalau kamu lupa, kamu jadi hadiah yang akan saya buka.” Rendra memperjelas kata terakhirnya, membuatnya terdengar begitu mesra.