Bab 1138
Bab 1138
Bab 1138 Sekarang Apa?
Wajah Raisa memerah sampai ke telinganya saat dia mengikuti langkah pria itu masuk ke dalam
lift.
Lift rumah sakit itu berukuran panjang dan berbentuk segi empat. Meskipun berukuran cukup besar, lift itu menjadi cukup sesak saat mereka sampai di lantai tiga. Emir dan kedua penjaga tadi berdiri dengan protektif di depan mereka, sementara Raisa dan Rendra berdempetan. Gadis itu bersandar pada tubuh Rendra dan pria itu juga melingkarkan tangannya di pinggangnya.
Begitu mereka sampai di lantai dasar, Rendra terus menggenggam tangan Raisa saat mereka berjalan keluar dari lobi rumah sakit. Raisa bisa merasakan tatapan iri dari semua orang. Meskipun pria di sebelahnya tengah mengenakan masker, hal itu tidak bisa menyembunyikan aura dominan yang dibawanya sejak lahir. Content is © by NôvelDrama.Org.
Meskipun orang–orang yang lewat tidak bisa melihat wajahnya, mereka bisa merasakan dari auranya yang berbeda kalau dia bukan pria biasa.
Emir dan kedua penjaga itu tetap bersikap waspada dan baru bisa menghela nafas lega begitu kedua sejoli itu masuk ke dalam mobil.
Suasana di dalam mobil itu terasa hening dan tenang, kontras sekali dengan kerumunan yang tadi mereka lewati. Raisa merasakan pelukan tangan yang ada di pinggangnya semakin erat saat pemiliknya membawanya mendekat. Dia bergeser dan duduk di kursi belakang bagian tengah, dan pria itu membantunya memasang sabuk pengaman.
Raisa mendongakkan kepalanya sedikit dan bibirnya kemudian menyentuh keningnya. Rasa bahagia terpancar di matanya saat dia bertanya, “Apa kamu senang, Raisa?”
“Iya.” Dia memeluk lengannya dan menyandarkan kepalanya di bahunya. “Saya sangat senang.”
Mereka lalu pergi ke rumah Rendra. Raisa merasa lelah karena semua hal yang terjadi hari ini, jadi dia bersandar di bahu Rendra dan jatuh tertidur.
Rendra memeluknya erat dan menggunakan jaketnya untuk menyelimutinya. Kehangatan yang terpancar darinya semakin membuat Raisa mengantuk.
Dia menyuruh mobil itu berhenti di depan pintu masuk rumahnya, dan begitu supir membukakan pintu mobil untuknya, dia turun sambil menggendong Raisa. Gadis itu sedikit terganggu dengan gerakan itu, dan saat dia melihat bagaimana pria itu membawanya masuk ke dalam rumahnya, dia merasa sangat malu sampai dia membenamkan wajahnya ke dalam pelukannya.
Beruntungnya, para penjaga itu cukup bijak dalam bersikap. Arak–arakan mobil itu juga segera. menghilang dalam sekejap.
“Apa kamu masih mengantuk?” tanya Rendra. “Iya. Saya sepertinya masih mengantuk.” Raisa hanya mengangguk malas.
Rendra tersenyum dan membawanya ke atas. Raisa terduduk dengan kaget saat menyadari kalau pria itu menidurkannya di atas ranjang miliknya yang berada di dalam kamar super luasnya. “Saya tidak mau tidur di atas ranjang milikmu. Saya akan tidur di kamar tamu!”
Namun, Rendra berlutut dan melepaskan sepatunya. Meski begitu, dia tetap mencoba untuk segera bangkit, seolah dia akan menodai ranjangnya jika tidur di sana.
Tepat saat dia hendak berdiri, pria itu menekan bahunya agar dia tetap berada di atas ranjang, dan dia tersandung kakinya sendiri.
“Ahh!” Dia mulai jatuh ke atas ranjang itu, namun sebelum dia mengenai ranjang, dia secara spontan menarik kaos Rendra, membuat pria itu berakhir jatuh bersamanya.
Dia merasa dirinya tenggelam di ranjang lembut di bawahnya itu, sementara tubuh pria itu mengungkungnya. Tetap saja, pria itu mencoba menyangga tubuhnya dengan kedua tangannya, atau jika tidak, gadis itu akan kesakitan jika dia menimpanya.
Sosoknya yang terpahat sempurna terpantul di mata Raisa yang besar dan jernih–termasuk kobaran emosi yang terlihat di matanya.
Mereka mulai menatap satu sama lain selama beberapa detik. Jantung Raisa mulai berdetak kencang.
Rendra berpikir kalau dirinya cukup tidak sabaran untuk menunggu, namun dia meremehkan betapa memikatnya dirinya bagi gadis itu. Dia baru saja tiba di rumahnya, namun dia sudah mulai bernafsu.
Raisa mengerjap–ngerjapkan matanya bingung, namun dia tengah menjerit minta tolong di dalam hatinya.
Apa yang harus saya lakukan sekarang?Apa kami akan berciuman? Apa saya sebaiknya mendorongnya saja? Matanya terus berkedip–kedip saat pikiran itu terlintas di otaknya. Dia idak berani menatap mata Rendra. Pria itu seolah ingin memakannya hidup–hidup saat dia mengunci pandangannya pada gadis itu.
Dia sekarang sudah tidak mengantuk lagi. Kenyataannya, dia merasa sedikit gelisah.
Tubuhnya menegang saat seluruh inderanya seolah terpaku pada pria di
atasnya.
Raut wajah gembira muncul di wajah Rendra saat dia melihat betapa memesonanya gadis itu sekarang. Lihat betapa gugupnya dia!