Bab 1177
Bab 1177
Ruang Untukmu
Bab 1177 Jahat
Setelah keluar dari kamar mandi, Raisa menatap Rendra. Jubah hitam bergaris emas tampak megah pada tubuhnya, tetapi Raisa lebih tertarik pada wajahnya.
Raisa kemudian berlari ke dalam pelukannya dan melingkarkan tangannya di sekeliling leher Rendra. “Sudah malam. Waktunya tidur.”
Rendra memandanginya. Dasar gadis polos. Rasanya saya ingin menerkamnya. Kemudian dia
menggendongnya.
“Kamu jangan menggendong saya seperti ini. Nanti tanganmu sakit.” Raisa mencoba turun dari pelukan lengannya, khawatir akan memperparah lukanya.
Rendra menatapnya dan mengeluh, “Saya pasti bisa menggendongmu seperti yang saya lakukan tadi malam. Jika kamu menyadarinya.”
Wajah Raisa merona merah. Astaga. Tadi malam sangat memalukan. Saya tidak mau mengingatnya.
Rendra membawa perempuan itu kembali ke kamarnya. Kamar Raisa sudah bukan lagi miliknya, karena kamar barunya sekarang adalah kamar Rendra.
Rendra merasa kecanduan tidur sambil memeluknya dan memutuskan mulai dari sekarang Raisa harus selalu tidur di kamarnya.
Beberapa saat kemudian, Raisa tertidur dalam pelukannya.
Rasa puas memenuhi kedua mata Rendra.
Hari pun berganti, waktunya pemeriksaan. Lukanya hampir pulih, tetapi Saka menyarankan untuk mengurangi kegiatan seksualnya.
Rendra kemudian menelepon ibunya dan meminta Saka untuk menjelaskan semuanya. Raisa tidak hamil; hasil tes kehamilannya menunjukkan positif palsu.
Sherin sedikit kecewa, tetapi setidaknya tidak merasa diburu–buru lagi. Kalau begitu, bisa menunggu sampai acara pernikahan selesai. Memang sekarang waktunya Rendra menghabiskan waktu berdua saja dengan Raisa. Di saat bersamaan, tendensi ketegangan mulai terasa menjalar di bawah permukaan. Menjelang hari pemilihan, beberapa orang mulai panik.
Mereka ingin menjatuhkan Rendra dan membuatnya mundur dari pemilihan ini.
Sore hari, Rendra mengajak Raisa ke ruang tengah di lantai dua. Dia berkata, “Raisa, Raditya akan melancarkan operasi malam ini, dan memerlukan bantuanmu. Keadaannya aman. Jangan khawatir
“Operasi apa?”
“Akan ada pertunjukan malam ini, dan kita akan pergi bersama–sama. Tetapi ada pekerjaan yang harus saya selesaikan, maka kamu harus pergi ke pertunjukan itu sendiri.” Rendra sedikit gugup saat mengatakannya. Raditya berjanji tidak akan ada masalah apapun, tetapi meninggalkan perempuan yang dicintainya dalam bahaya tetap saja membuatnya khawatir.
“Apakah ini seperti jebakan? Raditya mencoba memancing pelakunya keluar, begitu?” Raisa menebak dengan benar.
“Ya. Ini jebakan.”
“Baiklah. Saya akan bekerjasama dengannya. Saya akan lakukan apapun asalkan si dalang tertangkap dan kamu bebas dari bahaya apapun,” ucapnya dengan penuh tekad. Rendra memuji
keberaniannya. Text content © NôvelDrama.Org.
Rendra menjepit dagu Raisa dan mengecup keningnya. “Saya tidak akan membiarkan apapun terjadi padamu.”
Iring–iringan mobil Rendra melesat pergi pada sore hari. Seseorang yang berada dalam mobil off- road hitam di sekitar tempat itu terus mengamati gerak–geriknya.
Orang itu membuat panggilan telepon. Dia berkata, “Rendra sudah meninggalkan rumahnya.”
Dua puluh menit kemudian, orang itu menerima kabar kalau Rendra pergi ke kantornya.
Di dalam gedung yang gelap duduk seorang laki–laki yang sedang berpikir. Sambil memegang ponsel, dia memberi perintah, “Terus awasi dia. Saat iring–iringan Raisa bergerak, kita pun bergerak.”
“Baik.”
Raisa sedang mempersiapkan diri untuk pergi ke pertunjukan malam ini. Seorang pengawal perempuan masuk ke bangku belakang mobil bersamanya. Sepuluh menit setelah mereka meninggalkan rumah, Raisa sengaja menurunkan kaca jendela mobil sambil berpura–pura sedang menikmati pemandangan.
Seseorang yang ada di dalam mobil di samping mereka mengambil fotonya untuk memastikan bahwa Raisa benar berada di dalam mobil itu.
Namun, foto diambil secara terburu–buru, dan Raisa menutup kaca jendela terlalu cepat bagi para penjahat untuk melihat apa yang terjadi di dalam mobil. Di saat yang sama, pengawal perempuan dan Raisa berganti pakaian.