Ruang Untukmu

Bab 152



Bab 152

Bab 152

Saat itu, Lia berusaha keras mencari cara untuk mendapatkan kata maaf dari Elan. Oleh karena itu, ketika Tasya tiba–tiba menyiram bensin ke ke api, dia diam–diam memelototi Tasya.

Sen

Sementara, Ekspresi wajah Elan semakin dingin ketika mendengar perkataan Tasya sehingga Lia menjadi lebih cemas.

“Maaf, Pak Elan. Saya tidak sengaja berbuat begitu. Saya pikir Bu Tasya akan suka kopi itu. “Lia berusaha keras untuk menyelamatkan citranya. Bagaimanapun juga, Elan adalah sepupu Nando, jadi citranya di hadapan Elan tak boleh rusak.

Mendengar itu, Tasya mengembangkan senyum, Bu Lia, bagaimana kalau begini saja –saya bersedia menganggap masalah ini selesai asalkan Anda meminta maaf pada saya dan mengganti uang yang saya keluarkan untuk membeli kopi.

Lia sebenarnya enggan menerima syarat Tasya, tapi dia sadar saran Tasya bisa membantunya keluar dari situasi memalukan ini. Oleh karena itu, dia tidak punya pilihan selain menahan amarahnya dan mengangguk. “Baiklah, saya akan meminta maaf padamu. Lupakan saja soal ganti rugi dan saya akan mengganti uang untuk kopi itu.

Setelah melihat Tasya sudah mengajukan persyaratan, Elan diam saja dan tidak mengungkapkan keberatan. Tasya terlihat mengeluarkan ponselnya dan mengetuk ponselnya untuk membuka kode QR yang memungkinkannya menerima pembayaran. Kemudian, Lia dengan cepat menggunakan ponselnya untuk memindai kode itu dan mentransfer lima juta rupiah.

Pada saat yang sama, Lia menarik napas–dalam–dalam dan berkata, “Bu Tasya, maafkan saya. Maafkan ketidaksopanan saya.”

Tasya mengambil ponselnya dan mengonfirmasi bahwa dia telah menerima uang sebelum menjawab tanpa mengangkat kepalanya. “Oke, saya akan memaafkan Anda.”

Ketika Elan melihat wanita itu dengan penuh semangat memeriksa transfer dengan kepala tertunduk, rasa dingin di matanya berganti dengan sedikit senyum kasih sayang. Mata Tasya pada dasarnya terpaku pada uang. Exclusive content from NôvelDrama.Org.

“Pak Elan, saya minta maaf telah menyita waktu Anda yang berharga. Ada hal lain yang harus saya kerjakan. Saya mesti pergi.” Lia menarik teman wanitanya di sampingnya. Mereka dengan cepat membuka pintu dan meninggalkan ruangan karena takut akan menyinggung pria itu jika mereka tinggal lebih lama lagi.

Tasya mengambil ponselnya dan dengan penuh rasa syukur melirik pria itu. “Pak Elan, terima kasih telah membcla saya.”

“Tambahkan hidangan lain malam ini.” Elan mengangkat alisnya ke arah Tasya, memberi isyarat bahwa dia lebih suka Tasya menunjukkan rasa terima kasih melalui tindakan.

Tasya menahan tawa dan berkata sambil berdiri di pintu, “Tentu. Bagaimana kalau dua hidangan tambahan? Apakah itu cukup, Pak Elan?” Tasya mengakhiri kata–katanya dengan nada yang panjang, tanpa menyadari sama sekali bahwa sungguh sangat menarik ketika Tasya menyebut nama Elan dengan nada seperti itu. Nada suara Tasya bagaj alunan musik membelai hatinya.

Jannung Elan berdebar kencang, setelah itu dia menjawab dengan alis terangkat, “Jangan lupa masak nasi yang banyak.”

“Tentu!” Tasya yang malu membicarakan topik inicli kantor segera membuka pintu dan pergi,

Meskipun, kesal hari ini, seluruh insiden itu beraktil dengan cara yang membuat amarahnya reda.

Pada saat yang sama, Lin, viing iclali kembali ke mobilnya dengan sangat muralı sump.ii–sampai memukul setir, sementara teman wanitanya yang duduk di sebelahnya terlihat tidak senang. “Aku

penasaran apa yang Thisya lakukan sampai bisnicimbuat Elan membelanya.”

“Aku pasti akan cari kesempatan untuk balas dendam padanya atas penghinaan yang aku alami hari ini.” Lia sangat marali hingga hampir pingsan

Felly menningai masalali yang melibatkan Lin dengan baik sehingga tidak ada seorang pun di kantor yang tahu bahwa Elan–lah yang sebenarnya berinisiatif membereskan masalah Tasya. Kalau tidak, Tasya akan membuat semua orang terbakar cemburu.

Bahkan, Tasya yang berwatak riang ini pun tidak ambil pusing dengan kejadian itu karena sudah mendapatkan kembali uangnya. Dia telah belajar untuk tidak membiarkan hal–hal yang tidak ada hubungannya denganya menyita waktunya.

Pada pukul 3 petang, setelah berbincang–bincang dengan Felly, Tasya membuka pintu ruangannya. Timpa diduga, dia melihat Nando duduk di kursinya.

Setelah melihat Tasya telah kembali, Nando berputar di kursi dan tersenyum cerah padanya, memperlihatkan gigi seputili mutiaranya yang mempesona.

“Kenapa kamu di sini? Apakah pekerjaan renovasimu sudah selesai?” Tasya bertanya sambil berjalan ke ruangan.

“Aku ke sini untuk memeriksa dan mengunjungimu sekaligus juga untuk makan malam denganmu dan Jodi malam ini.”

“Hah? Malam ini?” Jantungnya serasa mau lompat karena dia harus memasak makan malam untuk Elan malam itu.

“Aku haus,” kata Nando, lalu mengulurkan tangannya untuk menjangkau segelas air di mejanya.

Mata Tasya melebar. Dia menyambar gelas itu dengan kecepatan secepat kilat. “Kamu tidak boleh minuin dari gelasku.”

“Jangan pelit! Minum seteguk, tak ada salahnya!” Dia menggigit bibirnya, tampak seolah–olah dia Terluka olch reaksi lhsya.

Previous Chapter

Next Chapter


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.