Bab 221
Bab 221
Bab 221
Setelah itu, Tasya mundur dan masuk ke dalam rumah. Dia pun menutup pintu, membiarkan Elan berdiri di depan pintu.
Sedangkan Jodi, diajaknya duduk di sofa dan dia menceramahinya. Bocah itu cemberut dan bergumam, “Tapi aku suka Pak Elan.” Property © NôvelDrama.Org.
“Jangan. Dan jangan pernah menelponnya tanpa seizin Mama. Dia bos besar dan dia pasti sangat sibuk. Kamu mengerti, Jodi?” Tasya tahu kalau dia memberitahu Jodi tentang Elan yang sibuk dengan pekerjaannya, akan membuat Jodi menjauhi Elan.
Jodi menganggukkan kepalanya. Tapi dalam hatinya, dia benar-benar menyukai Elan, seolah dia adalah Ayahnya sendiri. Dia ingin sekali Ibunya menikah dengan Elan, agar Elan bisa jadi Ayahnya.
Tasya menyesal karena sudah memarahi Jodi, apalagi ini semua karena kesalahannya sendiri. Seharusnya dia tidak membiarkan Jodi dekat dengan Elan. Dia memutuskan untuk jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama. Sudah saatnya dia dan Elan membuat batasan. Mereka tidak boleh memiliki hubungan yang tidak jelas seperti sekarang.
Tasya merenungkan banyak hal sambil berbaring di tempat tidur, terutama tentang Elan. Dia bertanya- tanya sejak kapan laki-laki itu memenuhi setiap jengkal pikirannya, meskipun dia mencoba untuk melupakannya.
Tapi meskipun begitu, dia tidak bisa membiarkan hal ini begitu saja. Kalau dia tidak bisa melupakan Elan, dia harus mencari laki-laki lain untuk menggantikan sosoknya. Dia cuma seorang laki-laki. Seberapa menderitanya dia, Tasya tidak rela harus berbagi laki-laki yang sama dengan Helen.
Bagi Tasya, seluruh tubuh Elan diselimuti aroma tubuh Helen. Itu sangat menjijikkan sampai dia tidak bisa bernapas dengan lega.
Malam itu, Helen mabuk dan mengajak Dani ke kamarnya. Karena rayuan Helen, mereka saling bercumbu meskipun awalnya Dani berpura-pura menolaknya. Iya, Helen melakukannya malam itu, meskipun bukan bersama Elan. Saat Dani tertidur, Helen mengambil foto diam-diam. Dia akan menggunakan foto itu untuk mengelabui Tasya kalau Elan sudah tidur dengannya.
Setelah malam yang melelahkan, Tasya terbangun dengan perasaan yang lebih lega keesokan harinya. Dia tidak perlu khawatir lagi karena dia sudah punya rencana. Dia tidak punya waktu untuk membuang-buang waktu. Dia harus bekerja dan mendapatkan uang, karena bagi Tasya, anak laki- lakinya adalah segalanya. Selain Jodi, yang lain tidak sepadan untuk diperjuangkan. Menghasilkan uang adalah tujuan utama.
Setelah dia mengantar Jodi ke sekolah, Tasya ingat kalau dia meninggalkan buku sketsanya di rumah. Akhirnya dia kembali ke rumah untuk mengambilnya. Di perjalanan, dia mendapat telepon dari Felly yang memintanya untuk segera datang ke rapat pagi itu.
Setelah menutup teleponnya, Tasya tidak sengaja meninggalkan ponselnya di taksi. Dan saat dia turun dari taksi, ada seorang laki-laki muda yang naik taksi itu. Saat laki laki itu membuka pintu, dia menemukan sebuah ponsel di kursi belakang taksi. Dari casing ponselnya, dia menduga kalau itu adalah ponsel seorang perempuan.
Saat dia menyalakan ponselnya, seketika wajah seorang anak laki-laki yang menggemaskan terlihat di layar ponsel. Foto itu membuat laki-laki muda itu tersentuh. Dia segera menghubungi orang terakhir yang ditelepon oleh si pemilik ponsel.
Sementara itu, saat Felly mendengarkan presentasi timnya di rapat, ponselnya bergetar. Dia melihat layar ponselnya dan menatap Tasya dengan terkejut. “Kamu menelponku?”
Tasya menggelengkan kepalanya. “Tidak!”
“Tapi nomor ponselmu yang muncul.”
“Aduh, tidak! Sepertinya ponselku ketinggalan di taksi. Coba jawab teleponnya.” ujar
Tasya.
Setelah itu, Felly menjawab teleponnya. “Halo?”
“Hai, apa Anda teman pemilik nomor ini? Ponselnya tertinggal di taksi.”
“Saya Atasannya. Dia sekarang duduk di samping saya. Anda bisa berbicara langsung dengannya.” Lalu, Felly memberikan ponselnya pada Tasya.
Tasya segera meraih ponsel dan keluar dari ruangan rapat. “Hai, saya pemilik ponsel yang Anda temukan.”
“Hai, Nona. Saya sedang bekerja sekarang. Bagaimana kalau Anda mengirimkan alamat Anda dan nanti ponselnya saya antar ke tempat Anda?” Suara yang jernih dan merdu dari seorang laki-laki terdengar di ujung telepon.
“Terima kasih, tapi biar saya saja yang mengambilnya sendiri.”
Previous Chapter
Next Chapter