Bab 248
Bab 248
Ruang Untukmu Bab 248
Bab 248 Tasya meminta Romi untuk menghubungi mereka. Setelah selesai, dia pun berjalan ke arahnya dan berkata, "Bu Pingkan dan
Nona Elsa sedang dalam perjalanan ke rumah sakit." Tasya pun mengangguk dengan lemah sambil menunjukkan ekspresi yang khawatir.
Dia tak yakin apa yang akan terjadi pada perusahaannya Frans.
Elan memang sudah memberitahukan sebelumnya bahwa pihakyang mengakuisisi sudah mengincar perusahaan konstruksi yang
menguntungkan, dan perusahaannya Frans telah menjadi target mereka dalam waktu dekat ini.
Hal ini dikarenakan mereka akan melakukan banyak pekerjaan dan membuat pengaturan yang sudah dibuat sebelumnya.
Mereka pun bertekad untuk melakukan akuisisi, apa pun yang terjadi.
Saat itu, Romi sudah menghela nafas.
"Tasya, berita tentang akuisisi diberitahukan secara tiba-tiba, dan Pak Frans kemungkinan besar pingsan karena terkejut mendengarnya."
Terus terang, Romi juga tak ingin meninggalkan perusahaan.
Pria itu sudah bekerja keras untuk bisa dipromosikan menjadi seorang manajer keuangan, yang merupakan posisi dengan gaji yang tinggi.
Dari semua orang, Tasya mungkin adalah yang pertama mengetahui tentang rencana akuisisi Perusahaan Konstruksi Merian.
Jika nasib perusahaan sudah jadi seperti ini, maka sudah terlambat baginya untuk memberitahu Frans tentang hal itu atau pun tidak.
Sambil mendesah lemah, Tasya pun bergumam untuk menanggapi dan berkata, "Ayo kita pergi dan lihat bagaimana keadaan ayahku
sekarang." Dia hanya bisa berdoa agar ayahnya bisa melewati keadaan ini.
Sepuluh menit kemudian, dokter sudah keluar dari ruang gawat darurat dan memberitahukan pada mereka bahwa penyakit jantungnya
Frans kambuh lagi.
Selain itu, ia akan segera dipindahkan ke ICU untuk pemantauan lebih lanjut.
Tasya lalu menghela nafas saat mendengarnya.
Usia Frans sudah senja, dan tubuhnya tidak lagi kuat seperti yang dulu.
Setelah setengah jam berlalu, Pingkan dan Elsa akhirnya muncul di rumah sakit.
Mata wanita itu tampak merah dan bengkak sambil berlari di sepanjang lorong.
Pingkan, bagaimanapun juga, sangat marah ketika dia melihat keberadaan Tasya.
"Bagaimana kondisi suamiku? Bagaimana keadaannya?" Desak Pingkan sambil berjalan ke arah Romi.
"Tenang, Bu Pingkan," kata Romi dengan nada yang menenangkan.
"Pak Frans baru saja keluar dari ruang gawat darurat.
Untuk saat ini, penyebabnya pingsan karena penyakit jantung lamanya sudah kambuh kembali, dan saat ini beliau sudah dipindahkan ke ICU untuk observasi lebih lanjut.” Saat itu, Pingkan melihat Tasya yang berdiri di sana dan menyadari bahwa dia pasti telah tiba sebelum mereka.
Tatapan dingin pun melintas di matanya sambil bertanya, "Bagaimana kamu bisa berada di sini sebelum kami datang?" Text content © NôvelDrama.Org.
"Kebetulan Nona Tasya ada di perusahaan ketika Pak Frans jatuh pingsan.
Beliau bersama dengan saya untuk ikut ke rumah sakit," Romi menjelaskan.
Pingkan lalu mencibir dengan dingin, "Sedang mengincar perusahaan ayahmu, ya? Apa kamu ada di sini supaya kamu bisa mempercepat proses serah terimanya? Itu pasti adalah tujuanmu, atau kamu
tak akan mengikuti kami sampai ke rumah sakit." Di sampingnya, Elsa pun ikut mengejek.
"Ayah tak pernah mengatakan apa pun terkait dengan informasi untuk menyerahkan perusahaan kepadamu, jadi kenapa kamu masih memaksanya?" bentak wanita itu.
Mendengar hal itu, Romi pun tercengang.
Dia tak pernah berpikir bahwa ada begitu banyak masalah yang terjadi di dalam keluarga Merian.
Tasya tak pernah peduli pada ucapan ibu dan anak itu, apalagi saat ini dia sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.
Bahkan jika Frans sudah bangun, itu tak akan mengubah fakta bahwa perusahaannya akan diakuisisi.
Apakah akuisisi yang sedang berlangsung itu akan memperburuk kondisinya? Akankah ayah bisa melewati ini semua dan menyerahkan perusahaannya pada pihak lain? Jika Frans tidak menginginkan akuisisi, sebenarnya Tasya bisa saja memaksakan dirinya untuk meminta bantuan Elan.
Tidak, aku tak bisa melakukannya.
Tak akan sekali pun dalam hidupku.
Wanita baru saja menarik garis di antara mereka dan meyakinkan dirinya untuk tidak pernah melewatinya.
Seperti yang sudah-sudah, Tasya tak bisa memaksakan dirinya lagi untuk menginjak harga dirinya dan meminta bantuan lagi pada Elan.
Setelah beberapa saat, Frans sudah siuman dan dipindahkan ke bangsal biasa.
Tanpa sepatah kata pun, Pingkan sudah bergegas ke samping tempat tidurnya dan mulai terisak secara dramatis, dan dia juga mengomel
pada pria itu.
Sikapnya membuat Frans menjadi sangat kesal.
"Cukup," bentak Frans.
"Saat ini aku masih hidup, kan? Untuk apa kamu menangis seperti itu?" 315
"Ayah, tolong tidak sakit seperti ini! Apa yang akan Ibu dan aku lakukan jika sesuatu yang buruk terjadi padamu? Bagaimana kita akan
melanjutkan hidup?” Elsa pun meratap seolah menyalahkan ayahnya karena mengalami serangan jantung.
Tasya rasanya ingin sekali mengusir ibu dan anak yang sedang menangis itu untuk keluar dari ruangan.
Dia pun memelototi mereka dan menarik kursi di sebelah tempat tidur ayahnya sambil bertanya, "Ayah, bagaimana keadaanmu? Apakah
kamu terluka?"
Ketika Frans mendengar kata-kata keprihatinan dari Tasya, hatinya terasa hangat sambil menjawab dengan meyakinkan, "Aku baik-baik
saja.
Tak ada yang perlu dikhawatirkan." Romi, di sisi lain, tak bisa lagi menahan rasa penasaran dan kecemasannya saat berkata untuk
bertanya, "Pak Frans, benarkah perusahaan akan diakuisisi?" "Apa? Perusahaan akan diakuisisi?" Pingkan menjerit, dan bahkan Elsa pun
melompat kaget.
Karena Tasya tahu bahwa ayahnya sudah mengalami kesulitan untuk mengatasi masalah ini, Tasya pun segera menghiburnya, "Tenang
saja, Ayah.
Saat ini tak ada hal lain yang lebih penting daripada kesehatanmu."
Seketika saja, dada Frans terlihat naik turun dengan cepat seolah-olah penyebutan kata akuisisi itu seperti sebongkah batu yang
membongkar semua udara dari paru parunya.
Dengan suara yang susah payah, dia lalu berkata dengan gigi yang terkatup, "Aku sudah membangun perusahaan itu dari awal, dan aku
sudah mencurahkan semua jerih payahku ke dalamnya.