Bab 308
Bab 308
Ruang Untukmu
Bab 308
“Aku tidak apa–apa dengan tidur di lantai atau di sofa,” kata Elan yang bersikeras tetap unggal entah apa pun yang icrjadi karena suasana hatinya hari ini sangat buruk.
Tasya mcmclotou pua itu dan berkata, “Elan Prapanca, ada batasnya kalau tidak tahu malu.”
“Aku akan berhenu kalau kamu memberitahuku apa yang kamu dan Romi lakukan.”
Si pria melemparkan kecurigaannya kepada wanita itu lagi. Elan menebak kalau Romi dan Tasya sudah berciuman, dia membayangkan segembira apa perasaan semua orang yang sudah mencium wanita itu saat mereka merasakan bibirnya yang terasa lembut dan manis.
Apa dia benar–benar mencium Romi? Seolah–olah barang–barangnya dicuri darinya, Elan mulai merasa sedih keuka memikirkannya. Sementara itu, si wanita berjalan ke pintu depan sebelum
dia berbalik ke arah pria itu dan bersikeras, “Silakan pulang!”
Elan mulai melangkah ke arahnya dan Tasya baru saja mau menghela napas lega ketika melihat pria itu berjalan keluar saat si pria tiba–tiba mengulurkan tangan panjangnya untuk mematikan saklar lampu di dinding. Dengan sekali klik, ruang tamu yang terang benderang seketika menjadi gelap. Ruangan yang tiba–tiba meredup membuat mata si wanita sulit beradaptasi. Dia berteriak pelan, tetapi apa yang terjadi selanjutnya, dirinya didiorong ke dinding sebelum mendominasi ditekankan ke bibirnya.
Semuanya terjadi sangat cepat sampai–sampai Tasya hanya bisa menarik napas saat pria itu mengambil kesempatan untuk menciumnya dengan ganas. Semuanya menjadi lepas kendali
sejak mereka berciuman. Hal ini selalu membuat Tasya merasa kesal karena dia sepertinya selalu terjatuh ke dalam jebakan yang dibuat Elan. Wanita itu sepertinya selalu salah membuat perhitungan.
Dia mencoba membuat si pria melepaskan dirinya, tetapi semuanya sia–sia saja tatkala dia melawan pria yang lebih kuat darinya secara fisik. Seolah–olah Elan kelaparan akan rasa manis dari bibir Tasya dalam waktu yang sangat lama, pria itu terus menggigit bibir wanita itu yang membuat si wanita tidak berdaya melawan Elan.
Tasya mulai memohon dengan suara lemah, “Elan ... Lepaskan aku ... Tunggu ...”
Sementara itu, Elan menahan dahi wanita itu di tempatnya dan terengah–engah di antara napasnya dan napas si wanita yang juga sama–sama terengah–engah, pria itu berkata, Aku tidak sabar lagi. Kamulah yang membuatku melakukan ini, Tasya.”
Napas Tasya sendiri juga melemah dan dia mendorong si pria menjauh darinya dengan marah.
“Sebaiknya kamu berhenti,” kata si wanita memperingati.
“Beri tahu aku sesuatu.”
Aura Elan membuat udara penuh dengan tekanan tatkala dia memaksa Tasya menjawab pertanyaannya.
“Apa Romi pernah menciummu?”
“Cium apanya? kami hanya makan malam bersama,” jawab Tasya yang masih membara dengan amarah.
“Bagaimana kamu akan menjelaskan pesan–pesannya?” tanya Elan sambil membacakan teks yang dia hafal sekilas.
“Apa maksudnya dengan bersenang–senang dan kamu memberinya malam yang menakjubkan?”
Berbicara kepada pria yang keras kepala itu mungkin menyebabkan pembuluh darah di kepala
Tasya menonjol saat itu juga saat dia berkata, “Kami hanya makan bersama.”
“Jadi, kalian belum berciuman?” tanya si pria yang tiba–tiba merasa jauh lebih sedikit lega saat ini.
Sementara itu, Tasya mendorongnya menjauh secara paksa. Selain ruangan yang remang remang, feromon yang keluar dari badan Elan membuat wanita itu pusing tatkala dirinya mulai membayangkan banyak hal.
“Apa kamu pikir aku semudah dirimu?” tanya wanita itu yang segera menyalakan lampunya kembali. Belonging to NôvelDrama.Org.
Saat itu, apa yang si wanita lihat hanyalah lampu yang menyilaukan dan tatapan tajam serta jelas yang diarahkan kepadanya. Si pria terlihat seperti seekor binatang buas yang siap melahapnya.
“Aku hanya mudah kepadamu saja,” kata pria itu dengan nada tegas.
Wanita itu merasa kepanasan sampai–sampai dia mulai berkeringat, si wanita segera mendorong pria itu lagi dan berkata, “Cepat pulanglah.”
Tidak mau repot–repot berurusan dengan Elan lagi, Tasya pergimengambil segelas air untuk dirinya sendiri. Suara Elan tiba–tiba terdengar lagi, “Aku tahu ayahmu sedang mencoba menjodohkan kalian berdua. Kalau apa yang diinginkan ayahmu itu menantu laki–laki, dia juga
seharusnya mempertimbangkanku.”
Begitu Tasya mendengar itu, wanita itu mengarahkan kepalanya ke arah si pria dan bertanya dengan keheranan, “Apa yang kamu katakan?”
Pria itu menatap matanya dan mengatakan kepadanya dengan sungguh–sungguh, “Aku bersedia menikah dengan Keluarga Merian.”
Wanita itu menatap wajah tampan itu dua kali saat mendengar perkataan Elan dan bertanya, “Apa kepalamu terbentur pintu atau apa?”
“Aku serius tentang itu,” jawab pria itu dengan cemberut.
“Tidak, itu tidak akan berhasil,” tolak Tasya secara langsung.
“Kamu terlalu mulia dan kaya. Ayahku tidak akan mengizinkanmu mengubah nama belakangmu. Lebih baik kamu singkirkan pikiran itu dari kepalamu.”
Tasya merasa agak patah hati karena pria seperti Elan menyarankan sesuatu yang tidak sesuai dengan statusnya.
“Akulah yang harus menikah dengan keluarga Merian. Tidak ada pria lain yang boleh memiliki kesempatan,” kata Elan tanpa meninggalkan sedikitpun kesempatan untuk bernegosiasi.
Pria itu menginginkan Tasya lebih dari apa pun. Si pria berpikir, ‘Semua pria lain bisa menyingkir!
Sementara itu, Tasya merasa tercekat karena perasaan yang membanjirinya saat dia melihat dirinya dari kepala sampai kaki. Wanita itu benar–benar tidak memahami apa yang membuat si pria perkataan gila seperti itu.
Dia membatin, “Aku tidak mengutuknya, ‘kan? Aku yakin aku juga tidak merapalkan mantra kepadanya! Kenapa dia sangat menginginkanku?‘
Next Chapter