Ruang Untukmu

Bad 1244



Bad 1244

Bab 1244 Pergi dari Keluarga Shailendra

Qiara termenung sambil terus berdiri di sana. Air mata kesedihan menggenang di matanya saat dia melihat tatapan kecewa yang diberikan orangtuanya kepadanya seolah–olah dirinya adalah orang yang kejam; tatapan itu seperti pisau yang menancap di dadanya.

Tapi saya tidak melakukan apa pun! Dia menarik napas dalam–dalam dan tiba–tiba berpikir untuk kabur dari rumah. Apakah rumah ini akan damai jika saya pergi?

Kalau begitu, dia akan pergi dari sana.

Saat dia membuat keputusan itu, dia berjalan ke arah lemarinya, mengeluarkan kopernya, dan l mulai mengemas baju–bajunya. Dia sudah memutuskan untuk tinggal di hotel untuk sementara.

Sementara itu. di rumah sakit terdekat.

Luka Bianca sudah dibersihkan dan dibalut kain kasa. Sementara untuk wajahnya yang bengkak karena tamparan, sudah diberikan obat oleh perawat untuk mengurangi bengkaknya.

“Bianca, apa yang membuat kalian bertengkar? Kenapa Qiara mendorongmu?”

“Mungkin karena saya salah bicara dan memancingnya.”

“Apa yang kamu katakan?” tanya Biantara sambil mengerutkan dahi.

“Saya bilang kalau saya ingin putus dari Lathan, dan dia tiba–tiba merasa kesal. Dia bahkan menjebak saya, bilang kalau saya ingin merebut Nando, kekasihnya yang sekarang. Saya merasa disalahkan. Apa putus dengan Lathan berarti saya ingin merebut kekasihnya darinya? Bagaimana bisa dia berpikir seperti itu tentang saya?” Saat Bianca menceritakan kisahnya yang menyedihkan, dia mengusap air matanya.

Maggy menatap Biantara dan menghela napas. “Apa Qiara menjadi terlalu sensitif?”

“Meskipun begitu, dia tidak seharusnya mendorong ataupun memukulmu karena hal itu, Jika dia harus menerima pelajaran, maka kamilah yang harus melakukannya. Dia akan mendapatkannya begitu kita kembali,” ucap Biantara sambil menenangkannya.

“Ayah, Ibu, Qiara juga bilang kalau dia benci jika saya mirip dengannya. Dia bilang dia benci dengan wajah saya. D–Dia ingin menghancurkan wajah saya! Saya sangat takut!” Setelah mengatakan itu, Bianca bersembunyi di dalam pelukan ibunya dan menangis semakin keras.

“Omong kosong macam apa itu? Kalian adalah saudara kembar. Tentu saja wajah kalian mirip.” Maggy mencoba menenangkannya.

“Qiara pasti takut jika Tuan Muda Nando mungkin akan melihat wajah saya suatu hari nanti dan saya akan merebut kekasihnya lagi, jadi dia ingin membuat saya cacat.” Bianca sengaja mendorong pasangan Shailendra itu untuk berpikir kalau Qiara memang memiliki pemikiran sejahat itu.

“Qiara adalah anak yang baik dan dia tidak mungkin berpikiran buruk seperti itu. Bianca, kamu pasti sudah salah paham padanya.” Maggy tidak percaya kalau putri sulungnya itu memiliki niatan seperti itu.

“Bu, Ibu tidak mengerti. Qiara sangat mencintai Tuan Muda Nando sampai dia tidak memperbolehkan siapa pun merebutnya darinya. Dia pasti terlalu memikirkannya. Itulah kenapa dia melakukan ini pada saya, tapi saya memahaminya dan tidak akan menyalahkannya.” Bianca pura–pura tidak berdaya dan mencoba untuk tersenyum. “Saya harap dia dan Tuan Muda Nando bisa bahagia bersama.”

Mendengar itu, orang tuanya merasa sedih. Kedua putri mereka saling menganggap satu sama lain sebagai musuh dan mereka mereka akan merasa sedih jika salah satu dari mereka terluka.

Saat itu, Qiara tengah berada di tempat parkir Keluarga Shailendra. Dia memasukkan kopernya ke kursi belakang mobilnya sebelum menekan pedal gas dan melaju keluar dari Kediaman Keluarga Shailendra.

Berdasarkan apa yang dia tahu tentang Bianca, wanita itu pasti akan membicarakan hal–hal buruk tentangnya sebanyak mungkin di depan orang tua mereka. Daripada membiarkan orangtuanya. menceramahi dirinya begitu mereka kembali, dia lebih baik pergi dari rumah! NôvelD(ram)a.ôrg owns this content.

Saya baru akan bicara dengan mereka setelah mereka tenang.

Begitu dia tiba di jalan raya, dia menghentikan mobilnya di sisi jalan dan menghubungi nomer,

Nando.

“Hei. Saya sedang di perjalanan untuk menjemputmu.”

“Tidak perlu. Saya sudah membawa mobil saya.” Ucapnya dengan nada getir.

“Kenapa? Apa yang terjadi?” Nando jelas mengetahui ada yang salah dengan nada bicaranya.

“S–Saya bertengkar dengan adik saya. Saya ingin pergi dari rumah untuk sementara.” Setelah mengatakan itu, dia bertanya, “Apa hotelmu menyediakan paket bulanan?”

“Ayo kita bicara setelah kita bertemu di restoran.” Ucap Nando dengan nada serius.

“Baiklah.”

Pukul 11.30 siang, Qiara tiba di restoran di mana dirinya akan bertemu Nando. Tak lama setelahnya, sebuah mobil SUV hitam memasuki parkiran dan pria itu akhirnya tiba.

Melihat pria berwibawa dan tampan yang tengah mendekatinya itu, dia mengingat bagaimana Bianca melingkarkan tangannya di lengan pria itu dan menunjukkan kemenangannya padanya. Saat itulah, sebuah tekad segera muncul di otaknya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.