Bab 1089
Bab 1089
Bab 1089 Iring–iringan Mobil Wakil Presiden
Reaksi laki–laki itu membuat jantung Raisa berdegup. Dia terkesiap saat Rendra menundukkan kepalanya dan bertatapan dengannya. Gairah di mata Rendra begitu jelas malam itu, sampai Raisa menelan ludahnya karena begitu gugup.
“Saya tidak sengaja melakukannya,” bisik Raisa.
Rendra meraih tangan Raisa dan berkata dengan suara serak, “Fokus pada filmnya.”
Raisa mengalihkan perhatiannya ke depan dengan wajah merona. Film itu adalah film genre fiksi ilmiah kesukaannya, tapi sekarang bukan itu yang dia pikirkan. Justru, dia sama sekali tidak bisa fokus menonton filmnya.
Saat itu, dia merasakan ponselnya bergetar dan menyala dalam tasnya. Sepertinya seseorang meneleponnya. Dia melepaskan pelukan Rendra dan mengeluarkan ponselnya. Ternyata Emir yang meneleponnya.
Saat Raisa mengangkat teleponnya, suara Emir yang gugup terdengar di ujung telepon. “Raisa, apa Pak Rendra bersamamu?”
“Dia bersama saya.”
“Kalian berdua ada di mana?”
“Kami sedang menonton film.”
“Apa? Kalian berdua ada di bioskop? Raisa, tolong minta Pak Rendra untuk segera kembali. Kalau tidak, kami akan datang langsung dan menjemput beliau.”
Raisa yang terkejut pun bertanya, “Apa dia dalam bahaya?”
“Kami kehilangan kontak dengan beliau selama tiga jam. Tolon minta beliau pulang. Kalau tidak, kami akan mengerahkan satuan keamanan tingkat satu. Itu akan membuat heboh dan membingungkan,” ujar Emir murung.
Raisa benar–benar bingung saat dia memikirkannya. Apakah situasinya seburuk itu?
“Baiklah. Saya akan mengajaknya pulang sekarang janji Raisa pada Emir dan mengakhiri kencannya.
“Kirimkan lokasimu juga. Saya akan minta seseorang datang. Keamanannya tidak bisa dianggap remeh, Raisa. Jadi, tolong bekerja sama–lali dengan kami.”
“Baiklah. Saya mengerti,” jawab Raisa dan mengirimkan lokasi mereka. Tapi sebenarnya, dia masih bingung. Jadi, laki–laki di sampingnya itu kabur dari pengawasan Emir demi bertemu dengan dirinya.
Terpengaruh rasa gugup Emir, Raisa pun begitu mengkhawatirkan keamanan Rendra dan dia langsung menarik lengan Rendra dan berbisik di telinganya, “Emir sedang mencarimu. Ayo pulang.”
Rendra mengernyitkan keningnya. “Dia bilang apa?
“Dia bilang mereka akan mengerahkan satuan keamanan tingkat satu kalau kamu tidak pulang. Rendra, ayo pulang! Saya mohon. Kita harus kembali.” Semakin memikirkannya saja, sudah membuat Raisa semakin takut. Bagaimana bisa dia membiarkan laki–laki ini menemaninya menonton film sendirian?
Kalau terjadi sesuatu pada Rendra, Raisa–lah yang
disalahkan.
“Tolong… Saya mohon. Ayo pulang!” Raisa begitu khawatir sampai dia memohon dengan suara lirih di telinga Rendra. Exclusive © material by Nô(/v)elDrama.Org.
Rendra menyerah dengan permintaan Raisa dan meraih tangannya, lalu berdiri dan mereka meninggalkan bioskop sebelum filmnya berakhir. Raisa menggenggam tangan Rendra dengan gugup
saat mereka berjalan keluar dari lift. Setiap ada orang yang masuk ke lift, jantung Raisa berdegup kencang, dan dia akan menatap orang–orang itu, karena khawatir kalau mereka akan membahayakan Rendra.
Rendra bisa merasakan kepanikan Raisa padanya, jadi dia memeluknya. Sebuah sesal terlintas di wajahnya saat dia menenangkan Raisa, “Tidak akan terjadi apa–apa. Jangan khawatir.”
Saat mereka turun dari lift, Raisa meraih tangan Rendra dan bergegas menuju pintu masuk pusat perbelanjaan. Saat mereka keluar dari gedung itu, dia terkejut melihat sorotan lampu dari sekelompok iring–iringan pasukan khusus.
Emir muncul dari belakang iring–iringan bersama beberapa orang yang mengikutinya. “Pak Rendra, tolong pulanglah ke Gedung Putih. Kalau kami masih tidak bisa menemukan Anda, saya harus menghubungi Pak Presiden dan memberi tahu orang tua Anda.”
Raisa jelas terlihat ketakutan melihat apa yang sedang terjadi di hadapannya. Rendra memicingkan matanya dan berkata dengan dingin “Berhenti bicara.”
Lalu, dia mengajak Raisa naik ke sebuah mobil.
Setelah itu, semua mobil perlahan–lahan meninggalkan tempat itu. Di kedua sisi iring–iringan itu. adalah mobil tentara jenis Humvee yang memimpin iring–iringan. Saat Raisa duduk dalam mobil, dia bisa merasakan keringat dingin menetes di punggungnya. Saat itu, dia akhirnya mengerti betapa pentingnya laki–laki ini.
Sementara itu, laki–laki
ng diam–diam menyelinap dari sekretarisnya itu melepas topengnya seperti frustrasi dan tidak senang. Tapi, Raisa tersentuh karena laki–laki itu mengorbankan dua jam dari waktunya yang berharga demi bersama Raisa. Apa lagi, Rendra membahayakan keselamatannya demi melakukan semua itu.
“Tidak apa–apa! Jangan marah. Emir hanya mengkhawatirkan keselamatanmu,” ujar Raisa lembut. sambil memeluk lengan Rendra.