Bab 1132
Bab 1132
Bab 1132 Iya, Hamil
Rendra menatap mereka dengan iri, sementara Sherin bertepuk tangan. “Yey, kebahagiaan yang berlipat ganda!”
Anita bergumam. “Saya tidak hamil. Saya tidak perlu memeriksanya.”
“Ingat saat kita berada di gunung? Saat kita melakukannya di mobil?” Radit mencobal membuatnya mengingat hal itu.
Wajah Anita memerah dan dia dengan cepat mengerjap–ngerjapkan matanya. “Itu tidak mungkin, kan?”
“Jangan bilang tidak. Kita cukup periksa dulu dan lihat apa yang akan terjadi.” Dia menuntunnya ke ruangan konsultasi, dan dokter mulai melalukan tes kehamilan padanya.
Jantung Anita berdetak kencang. Dia bersandar di kursi dan mengingat apa yang terjadi hari itu, yang mana membuat wajahnya memerah. Radit tiba–tiba saja mengajaknya mendaki gunung dulu. Pemandangannya benar–benar indah, dan Radit terlihat sangat menggairahkan, jadi dia mencoba sedikit menggodanya.
Radit menyerahkan sebuah alat tes kehamilan kepadanya dan membujuknya dengan lembut, “Periksalah.”
Anita pergi dengan enggan. Dia belum siap menjadi seorang ibu secepat itu, karena dia masih ingin menghabiskan lebih banyak waktu berdua dengan Radit.
Dia duduk di dudukan toilet, menunggu hasilnya keluar. Setelah garis pertama muncul, dia menatap garis kedua dan menunggu apakah garis itu juga akan muncul. Garis kedua itu tidak muncul, dan dia menghela nafas pelan, sampai dirinya tidak menyadari munculnya garis kedua secara samar–samar. Dia keluar dengan senang hati.
Gadis itu mencuci alat tes kehamilan itu dan membawanya keluar untuk membuktikan kalau dia tidak hamil. Anita keluar dari kamar mandi dan melirik Radit.
Anita memicingkan matanya. Dia ingin sedikit menggodanya. “Coba tebak hasilnya apa.”
Yah, dia terlihat senang, jadi hasilnya pasti negatif. Tidak mungkin dia bersikap sesenang itu kalau hasilnya sebaliknya.
“Biar saya lihat.” Radit mengulurkan tangannya,
“Ini. Hanya ada satu garis saja.” Anita menyerahkan benda itu kepadanya dengan senang hati.
Radit meraihnya dan melihatnya. Matanya terbelalak kaget. Dia mengerjapkan matanya berulangkali untuk memastikan kalau dia tidak salah lihat. Dia bilang hanya ada satu garis. Tapi di sana ada dua garis.
“Apa kamu yakin kamu sudah melihatnya dengan seksama?”
“Iya.” Gadis itu mengangguk. Nôvel/Dr(a)ma.Org - Content owner.
Dia mengembalikan alat tes kehamilan itu kepadanya. “Saya pikir kamu perlu melihatnya lagi.”
Senyuman Anita membeku. Dia meraihnya kembali dan melihatnya dengan seksama. “Tunggu. Dua garis? Saya hamil?”
Radit memeluknya dan mencium rambutnya. “Bayinya akan segera datang.”
Anita tertegun dan merasa sedikit jengkel. Lain kali saya harus menahan kenakalan saya, atau saya mungkin akan hamil lagi.
“Yah, saya pikir keluarga saya pasti akan sangat senang nantinya.” Dia merebah sikapnya. Bayinya akan segera lahir, jadi saya pikir saya hanya perlu menjalaninya.
Hati Radit mulai merasa cemas memikirkannya. Dia takut disuntik. Melahirkan pasti akan menjadi neraka baginya.
“Mau lihat apakah dia perempuan atau laki–laki?”
“Tidak. Kita nanti juga akan mengetahuinya sendiri.” Ucap Radit sambil tersenyum.
Anita hanya ingin mengetahuinya sebelum hal itu agar dirinya bisa membeli barang–barang yang akan diperlukan bayinya. Tapi jika Radit bilang tidak apa–apa, maka tidak apa–apa.
Mereka kembali ke kamar Sherin, dan Radit mengumumkan kabar baik itu kepada Sherin. Sherin merasa sangat senang sesuai yang dibayangkan. Dia memberitahu Anita untuk duduk di sebelahnya dan memberinya tips untuk melewati masa kehamilan.
Di saat bersamaan, Starla dan Wirawan tengah berada di tengah perjalanan mereka menuju kediaman keluarga Sayaka. Pikiran Starla masih campur–aduk, tapi bagaimanapun, dia senang jika ini berhasil.
Tanpa mereka tahu, kediaman keluarga Sayaka tidak sedang merasa bahagia. Raisa tengah berbaring di ranjangnya. Dia menangis tersedu–sedu. Clara juga mengunci diri di dalam kamarnya. Dia masih tidak bisa menerimanya. Dia hanya berpikir kalau putrinya tidak seharusnya menjilat Keluarga Hernandar.
Suasananya menjadi suram di rumah Keluarga Sayaka. Roni sedang berbaring di sofa. Dia tidak tahu tentang perselisihan yang terjadi di antara istri dan putrinya. Clara mengunci putrinya di dalam kamar dan berpikir bagaimana putrinya itu tumbuh dewasa. Dia hanya tidak menyangka kalau putrinya akan menjadi orang berpikiran dangkal yang hanya memikirkan orang–orang yang memiliki uang dan kekuasaan.