Bab 1135
Bab 1135
Bab 1135 Pindah
Dia mengenakan sebuah jaket panjang berwarna hitam, sebuah topi bisbol hitam, sepasang kacamata bergagang emas, dan sebuah masker besar hitam yang menyembunyikan sebagian besar wajahnya. Namun, sosoknya yang tinggi dan berbeda tetap saja menarik perhatian banyak
orang.
Emir ikut berjalan di sampingnya, bersama dengan beberapa penjaga yang terus waspada sepanjang waktu. Wirawan dan Roni sedang menunggunya di koridor kamar rumah sakit di lantai
enam.
Saat Roni melihat pria itu keluar dari lift, jantungnya mulai berdetak kencang. Dia merasa tersentuh melihat Rendra yang tetap datang ke rumah sakit meskipun itu sangat berbahaya baginya.
“Tuan Rendra.” Roni maju untuk menyapanya.
“Apa Raisa sudah sadar?” Tanya Rendra lembut.
“Belum. Clara dan Starla ada di dalam bersamanya sekarang,” jawab Roni sebelum berjalan ke arah kamar itu.
“Tuan Rendra sudah datang.”
Clara berdiri dengan perasaan gelisah, dan Starla menepuk–nepuk tangannya lembut untuk menenangkannya. “Tidak usah gugup.”
Clara merasa senang, namun dia juga merasa sedikit menyesal. Setidaknya, dia sudah menyadari betapa kuatnya perasaan di antara putrinya dan Rendra. Dia sangat tersentuh dengan kenyataan kalau pria itu datang menjenguk Raisa meskipun itu sangat berbahaya baginya.
Rendra masuk ke dalam kamar itu dan hatinya berdebar kencang saat melihat kondisi wanita yang tengah berbaring di atas ranjang disertai dengan alat bantu pernafasan itu. Dia menoleh ke arah Clara dan menyapanya dengan sopan. “Nyonya Clara.”
“Tuan Rendra.” Clara balas menyapanya dengan sedikit
canggung.
“Clara, ayo kita cari tempat untuk istirahat dan biarkan Rendra duduk menemani Raisa sebentar.” Starla dengan senang hati bersedia membantu adiknya memiliki waktu berdua dengan Raisa. NôvelDrama.Org owns this text.
“Oke.” Clara mengangguk setuju. Dia tidak takut meninggalkan Raisa bersama Rendra.
Starla mengalihkan pandangannya ke arah adiknya itu dan berkata, “Rendra, jaga Raisa dengan
baik.”
“Iya.” Kendra mengangguk.
Kedua penjaga tadi terus mengawasi dari luar kamar. Emir tengah bersandar di dinding dan dia juga sedang berada dalam kondisi waspada.
Bagaimanapun juga, pria yang duduk di dalam sana adalah wakil presiden negara, Rendra
Hernandar.
Rendra duduk di sebelah ranjang dan menghela nafas. Dia membayangkan apa yang sudah terjadi berdasarkan apa yang dikatakan Starla kepadanya tadi.
Jadi dia benar–benar dimarahi, huh? Rendra menyalahkan dirinya sendiri atas hal itu. Salahnya karena tidak memberitahu Keluarga Sayaka tentang hubungan mereka. Kegagalannya melakukan hal itu membuat keluarga Raisa salah paham padanya.
“Saya minta maaf, Raisa. Ini salah saya.” Rendra meraih tangannya yang sedikit dingin dan menciumnya dengan lembut.
Raisa perlahan mulai sadar. Dia samar–samar mendengar suara seorang pria yang mirip dengan suara Rendra, namun dia pikir dirinya sedang bermimpi.
Kelopak matanya sedikit bergetar dan bulu matanya bergerak saat dia perlahan membuka
matanya.
Cahaya lampu yang ada di langit–langit ruangan membuat matanya sejenak merasa silau dan dia mengerjapkan matanya berulangkali untuk terbiasa dengan pencahayaan itu.
“Kamu sudah sadar?” Dia mendengar suara rendah itu memangilnya.
Raisa menolehkan kepalanya sedikit dan segera saja, dia melihat wajah tampan Rendra tengah menatap dirinya. Dengan terkejut, dia segera bangkit dari ranjangnya. “A–Apa yang kamu lakukan di sini?”
Rendra bangkit dari duduknya dan menariknya ke dalam pelukannya dalam sekali tarikan. Dia menaruh dagunya di kepala gadis itu dan berkata, “Jangan khawatir. Orangtuamu sudah mengetahui semua hal tentang kita sekarang. Mereka tidak akan memarahimu lagi.”
“Benarkah? Mereka sudah tahu semuanya?” Mata Raisa mulai berkaca–kaca saat rasa putus asa kembali menghampirinya. Dia memegang lengan bajunya dengan erat dan bersandar di dadanya. Dia sudah memutuskan untuk bersamanya, bahkan jika itu berarti akan membangkitkan amarah keluarganya.
“Kenapa saya ada di rumah sakit?” Raisa mendongak ke arasnya dan bertanya.
Rendra mengelus rambutnya. Hatinya merasa nyeri saat dia menjelaskan, “Kamu jatuh pingsan setelah menjadi terlalu emosional. Starla dan yang lainnya kemudian membawamu ke rumah sakitnya.”
Raisa merasa sedikit malu dan dia mencoba bersembunyi di dalam pelukannya. Dia pingsan karena merasa terlalu sedih memikirkan dirinya tidak akan bisa bersama pria itu lagi.
“Apa itu karena saya?” tanya Rendra seraya mendesah.
Raisa tidak ingin menyangkalnya, jadi dia mengangguk. “Ibu saya melihat saya menciummu di Kediaman Keluarga Hernandar. Dia merasa marah dan jengkel karena mengira saya sedang mencoba menggodamu.”