Bab 1134
Bab 1134
Bab 1134 Panggilan Telepon
“Kenapa dia tidak mengatakan apapun? Dan saya sebenarnya sudah memarahinya.” Tunggu sebentar. Saya tidak mendengar apapun dari kamarnya, dia seharusnya mendengar percakapan ini dan turun sekarang.
“Raisa!” Clara bangkit dari sofa dan bergegas ke kamar Raisa,
Semua orang mengikutinya. Clara mengetuk pintu kamarnya. “Raisa? Ini Mama. Buka pintunya.”
Pintu itu terkunci dari dalam. Pintunya tidak terbuka, dan perasaan mereka menjadi tidak enak.
“Cari kuncinya! Raisa mungkin sedang dalam bahaya!” ucap Starla.
Roni bergegas pergi mencari kunci. Clara menangis disertai rasa panik. “Raisa, buka pintunya! Mama minta maaf! Ini semua salah paham! Tolong, buka pintunya!”
“Raisa? Ini saya, Starla. Ayo kita bicara, oke? Jangan mengunci diri seperti ini.
Roni kembali dengan membawa kunci. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam. Raisa tengah berbaring di atas ranjangnya. Dia mungkin tertidur, namun Clara memikirkan hal lain.
Roni segera mendekati ranjangnya dan memeluk Raisa. Dia memeriksa nafasnya dan memberitahu semua orang, “Bawa dia ke rumah sakit. Dia pingsan.”
Tubuh Clara melemas. Rasa bersalah hampir membuatnya ikut jatuh pingsan, namun Starla memeganginya. “Kita harus membawanya ke rumah sakit, Clara. Ayo.”
Roni pergi meninggalkan rumah sambil menggendong Raisa. Wirawan masuk ke dalam mobilnya dan mulai menyalakan kendaraan itu. Starla duduk di kursi
penumpang, sementara Clara duduk di kursi belakang. Dia memeluk Raisa selama perjalanan menuju rumah sakit.
“Ini semua salah saya. Saya tidak menyelidikinya lebih dulu dan langsung memarahinya. Saya bahkan menyuruhnya bersumpah untuk menjauh dari Rendra. Saya seharusnya mencoba memahami situasinya dulu dengan lebih baik.” Ucap Clara sambil menangis,
“Tidak apa–apa, Clara. Jangan menangis. Ini bukan salahmu.” Starla menoleh ke arahnya.
Mereka pergi ke rumah sakit terdekat, dan Raisa dibawa ke ruang UGD. Starla lalu menghubungi Rendra.
“Starla? Ada apa?”
“Rendra, saya ingin mengatakan sesuatu, tapi berjanjilah kamu akan tetap tenang.” Starla khawatir pria itu akan langsung datang ke rumah sakit itu. Dia tidak boleh berkeliaran ke mana–mana, tidak ketika dia masih menjadi seorang wakil presdir.
“Apa sesuatu terjadi pada Raisa?” tanya Rendra cepat.
“Yah, Clara melihatnya menciummu saat makan siang tadi. Dia pikir Raisa mencoba berkencan denganmu demi uang, jadi dia memarahi Raisa saat mereka pulang. Raisa merasa patah hati, dan dia pingsan. Kami sekarang ada di rumah sakit-”
Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Rendra berkata, “Di rumah sakit mana, kak?”
“Kamu tidak boleh ke sini, Rendra,” Starla mencoba menghentikannya.
“Katakan saja di mana kamu berada, Starla,” ucapnya keras kepala.
Starla akhirnya memberitahunya, dan Rendra memutuskan panggilan itu. Starla menghela nafas. Saya tidak bisa menghentikannya. Namun dia bisa melihat kalau pria itu benar–benar mencintai
Raisa.
Akhirnya, Raisa di bawa keluar dari ruang UGD dan dipindahkan ke kamar biasa. dia memakai masker oksigen di wajahnya untuk membantu pernafasannya. Content © copyrighted by NôvelDrama.Org.
Dokter bilang kalau dia pingsan sementara karena kesedihan yang mendalam. Hanya masalah waktu sampai dia akan sadar.
Clara duduk tepat di depan ranjang rumah sakit sambil menatap wajah pucat putrinya. Raisa pasti merasa tertekan karena semua tuduhan itu. Dia tahu kalau dirinya sudah sangat mengejutkan Raisa.
Sebuah iring–iringan mobil berangkat dari Kediaman Keluarga Hernandar, dan mereka tengah menuju sebuah rumah sakit di area kota itu.
Emir duduk tepat di sebelah Rendra. Dia membuka geleting tasnya dan mengeluarkan alat penyamaran standar untuk Rendra–ada sebuah masker, topi, dan sepasang kaca mata bergagang emas. Dia biasanya menggunakan benda–benda ini sebagai penampilan luarnya.
“Kenapa Anda tidak menghubungi Nyonya Starla dan memintanya untuk memberitahu Anda ketika Nona Raisa sudah sadar?” Emir tidak terlalu setuju jika dia pergi ke tempat ramai seperti rumah sakit.
“Tidak apa–apa. Saya hanya akan masuk bersamamu dan dua penjaga lainnya,” ucap Rendra.
Empat mobil jip berwarna hitam itu berhenti di tepi jalan, dan sebuah mobil biasa berwarna hitam masuk ke dalam parkiran mobil rumah sakit. Emir membuka pintu mobil, dan Rendra lalu turun dari mobil.