Bad 1129
Bad 1129
Bab 1129 Pertengkaran
Raisa menyalahkan dirinya sendiri karena sudah terlalu marah pada ibunya.
Clara menariknya ke dalam pelukannya. Hatinya sakit melihat Raisa, dan dia menghela nafas. berat, “Mama juga tidak ingin kamu menghancurkan hidupmu sendiri.”
Sherin sudah dibawa ke ruang UGD saat Rendra tiba. Radit, Anita, dan Starla serta suaminya tengah menunggu di koridor. Mereka juga terlihat sama–sama khawatir.
“Kenapa Mama tiba–tiba pingsan?” Tanya Rendra pada Starla.
“Saya tidak tahu. Seorang pelayan tiba–tiba saja menghubungi saya. Dia sudah pingsan saat saya tiba di kamarnya.”
Anita ingin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, namun Radit menahannya. Kabar mengenai hubungan Rendra dan Raisa pasti akan mengejutkan Starla.
Dokter akhirnya keluar dari ruang UGD. Sherin sudah sadar, dan dia tengah berbaring di atas ranjang yang dibawa keluar dari ruangan itu. Saat dia melihat Rendra, wanita itu memejamkan matanya dan menghela nafas.
Dia dibawa ke sebuah kamar, dan Starla kemudian masuk ke sana sendirian. Dia takut kerumunan orang mungkin akan mengganggu waktu istirahat ibunya. Tak lama setelah dia masuk, dia kembali keluar. “Mama ingin kamu masuk,” ucapnya kepada Rendra.
Pria itu mengangguk. Begitu sang ibu melihatnya, dia tahu pasti dirinya–lah penyebab ibunya pingsan.
Rendra masuk ke dalam kamar pasien itu. Sherin tengah berada dalam posisi duduk, dan dia menampilkan raut wajah penuh protes ke arah putranya. Pria itu lalu duduk, “Bagaimana kondisimu,
Ma?”
“Baik, bukan berkat dirimu.” Dia membuang muka dengan marah.
Rendra bergerak mendekat ranjang ibunya dan memeluk bahu wanita itu. Dia menekan pipinya di rambut ibunya, dan dia lalu berkata lirih, “Saya minta maaf, Ma. Tolong jangan terus–terusan marah pada saya. Katakan apa yang sudah terjadi.”
Sherin sangat menyayanginya dari kecil. Dia bisa dengan mudah menenangkannya saat tidak ada orang yang bisa melakukan hal serupa. Permintaan maafnya mulai menghapus sebagian besar rasa marahnya, namun wanita itu masih menatapnya dengan tajam. “Kamu bilang kamu memiliki seorang wanita yang kamu sukai. Itu Raisa, kan?”
Rendra sejenak merasa terkejut. Dia lalu mengangguk. “Iya, benar.”
“Kenapa…” Sherin merasa dadanya sesak. “Apa kamu ingin membuat semua orang marah? Di antara semua wanita di dunia ini, kenapa kamu harus memilih Raisa?”
Sama seperti orang tua Raisa yang menumpahkan kesalahan sepenuhnya pada putri mereka, Sherin juga ikut menumpahkan kesalahan sepenuhnya pada Rendra. Dia tidak menyalahkan Raisa atas hal ini; dia pikir putranya pasti sudah melakukan sesuatu sampai hal seperti ini bisa
terjadi.
Rendra mengusap punggung ibunya sambil menenangkannya. “Ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Saya dan Raisa, kami saling mencintai.”
Sherin menghela nafas berat. “Dia adalah adik baptis–mu. Tidak bisakah kamu menjaga jarak darinya?”
“Tapi saya pikir Mama ingin saya menikah dengan seseorang.” Rendra mulai membicarakan topik yang wanita itu senangi.
“Iya, tapi kamu tidak bisa…” Bagaimanapun Sherin ingin memahaminya, dia tetap saja merasa jengkel. Dia sudah merawat Raisa sejak gadis itu masih kecil, dan gadis itu juga sering sekali mampir untuk bermain. Sherin sudah menganggapnya sebagai cucunya sendiri, jadi hal itu tentu saja mengejutkannya.
Ditambah lagi, dirinya begitu konservatif dan sangat memegang tradisinya. Tentu saja sulit bagi dirinya untuk menerima kenyataan bahwa gadis yang sudah dia anggap sebagai cucunya sendiri akan menikah dengan putranya. Dia menggelengkan kepalanya dan membuang muka. Itu adalah bentuk penolakan secara hening.
Putranya merengkuhnya ke dalam pelukannya dan menaruh dagunya di bahunya. Dia mulai menjalankan aksi ‘kekanakan‘-nya. “Saya tidak ingin menikahi orang lain selain dirinya. Jika Mama menolak, maka tidak akan ada cucu untuk Mama.”
Terakhir kalinya dia bersikap kekanakan begitu adalah ketika dia masihlah seorang bocah yang suka meminta permen. Sherin tidak menyangka putranya yang sudah berusia tiga puluh lima tahun itu akan melakukan hal seperti itu lagi, namun kali ini, dia malah meminta seorang istri ketimbang permen. Property © of NôvelDrama.Org.
Sherin tidak bisa menahannya lagi. Dia terkekeh dan kembali menoleh untuk menepuk bahu putranya itu. “Kamu tidak boleh mengancam Mama, tahu.”